SQ DALAM KEPEMIMPINAN
PENDIDIKAN ISLAM
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Manajemen Pendidikan
Islam
Dosen Pengampu: Dr. H. Fatah
Syukur, NC. M. Ag
Disusun oleh :
Diyah Fitriyani 123311014
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
I. PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN
Pada dasarnya dalam pendidikan seorang pemimpin
sangat diperlukan. Fungsi utama dari kepemimpinan adalah sebagai administrator
dan koordinator bagi semua Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya Alam(SDA),
dana, sarana, dan potensi-potensi yang dimiliki organisasi dalam mencapai
tujuan organisasi.
seorang pemimpin merupakan faktor penentu sukses
atau gagalnya suatu organisasi dan usaha. Baik di dunia bisnis maupun
pendidikan, kesehatan, perusahaan, dan lain sebagainya. Dengan kata lain,
kualitas pemimpin akan menentukan keberhasilan lembaga atau organisasinya.
Keberhasilan suatu organisasi atau lembaga dalam
mencapai tujuan yang dicita-citakan tergantung dari sistem kepemimpinannya, yaitu
apakah kepemimpinan tersebut mampu menggerakkan semua potensi Sumber Daya
Manusia (SDM), Sumber Daya Alam(SDA), dana, sarana dan waktu secara efektif dan
efisien dalam proses manajemen. Serta apabila semua aspek terpenuhi maka akan
tercipta keberhasilan tersebut.
Dalam suatu kepemimpinan, seorang pemimpin perlu memiliki dan
mengintegralkan serta mnyeimbangkan antara kecerdasan intelektual (Intelligence Quotient), kecerdasan
emosional (Emotional Quotient), dan
kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient).
Dan dalam makalah ini akan membahas tentang kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient) dalam kepemimpinan
pendidikan Islam.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apa
pengertian Spiritual Quotient (SQ)?
B. Apa
pengertian kepemimpinan pendidikan Islam?
C. Bagaimana
SQ dalam kepemimpinan pendidikan Islam?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian
Spiritual Quotient (SQ)
Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
dalam buku Ary Ginanjar Agustian mereka mendefinisikan kecerdasan spiritual (spiritual quotient) sebagai kecerdasan
untuk menghadapi persoalan makna atau value,
yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna
yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan
hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan
spiritual (SQ) adalah landasan yang diperlukan untuk menmfungsikan kecerdasan
intelektual (IQ), dan kecerdasan emosional (EQ) secara efektif. Bahkan SQ
merupakan kecerdasan tertinggi kita.[1]
Sedangkan menurut Dedhi Suharto
sebagaimana dikutip dalam bukunya Zamroni, MA dan Umiarso, M.Pd.I, bahwa
kecerdasan yang ultimate dan
melandasi kecerdasan lain yang ada dalam diri manusia adalah kecerdasan ruh.
Dengan ketiadaan kecerdasan ruh pada diri manusia akan mengakibatkan hilangnya
ketenangan batin dan akhirnya akan mengakibatkan hilangnya kebahagiaan pada
diri seseorang. Besarnya kecerdasan ruh lebih besar dari pada kecerdasan hati
dan kecerdasan otak atau kecerdasan ruh cenderung meliputi kecerdasan hati dan
kecerdasan otak.
Kebutuhan akan spiritual untuk
mempertahankan keyakinan, mengembalikan keyakinan, memenuhi kewajiban agama,
serta untuk menyeimbangkan antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan
emosional yang dimiliki seseorang, sehingga dapat terwujud diri manusia
seutuhnya. Artinya keseimbangan dalam diri manusia banyak ditentukan oleh
kematangan spiritualitas manusia atau bahkan ditentukan oleh hubungan manusia
dengan Tuhan sebagai bentuk representasi kecerdasan spiritualitas manusia itu
sendiri.[2]
Dengan kata lain berlandaskan
definisi-definisi diatas kecerdasan spiritual (spiritual quotient) adalah inti dari semua kecerdasan yang
dimiliki oleh manusia dengan adanya kecerdasan spiritual (SQ) maka kecerdasan
intelektual (IQ) serta kecerdasan emosional (EQ) dapat berfungsi dengan
efektif. Serta bila ketiganya dapat berjalan dengan baik maka seseorang dapat
merasakan kebahagian dan ketenangan batin karena selalu dekat dengan Tuhannya.
B. Pengertian
Kepemimpinan Pendidikan Islam
Sebelum mengetahui apa pengertia
kepemimpinan pendidikan islam kita perlu mengetahui definisi dari kepemimpinan
terlebih dahulu, istilah kepemimpinan dalam bahasa Indonesia diambil dari
bahasa Inggris leadership. Dalam hal
ini terdapat beberapa definisi tentang leadership
itu sendiri. Carter V. Good dalam buku Dr. H. Fatah Syukur NC, M.Ag
mendefinisikan kepemimpinan (leadership)
“. . . the ability and readiness to inspire, guide or manage other”.[3]
Sedangkan menurut M. Ngalim Purwanto
sebagaimana dikutip oleh Zamroni, MA dan Umiarso, M.Pd.I mendefinisikan
kepemimpinan merupakan permulaan dari suatu struktur atau prosedur baru untuk
mencapai tujuan-tujuan dan sasaran organisasi atau untuk mengubah tujuan-tujuan
dan sasaran organisasi. Dalam buku yang sama juga disebutkan E. Mulyasa
mendefinisikan kepemimpina sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang
diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi.[4]
Dari definisi-definisi kepemimpinan di atas
dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan pendidikan Islam ialah suatu proses
kegiatan mempengaruhi orang lain untuk melakukan suatu hal melalui prosedur
yang diinginkan seorang pemimpin untuk mencapai tujuan pendidikan Islam dengan
penuh kesadaran dan keikhlasan tanpa adanya paksaan.
C. Spiritual
Quotient (SQ) Dalam Kepemimpinan Pendidikan Islam
Di dalam suatu organisasi sangat
diperlukan adanya seorang pemimpin. Pentingnya pemimpin dalam Islam juga
ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits yang artinya: “Kamu sekalian adalah pemimpin dan akan
dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang ayah adalah seorang
pemimpin keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya. Seorang ibu adalah seorang pemimpin di rumah tangga suaminya
dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang pembantu adalah pemimpin
dalam menjaga harta tuannya dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang
anak adalah pemimpin dalam menjaga harta benda ayahnya dan ia akan dimintai
pertanggungjawaban, dan kamu sekalian adalah pemimpin dan akan dimintai
pertanggung jawaban atas kepemimpinannya”. (HR. Bukhori, Muslim, Abu Dawud,
dan Tirmidzi dari Ibnu Umar).[5]
Sama halnya dengan dunia pendidikan baik
yang bercorak Islam maupun tidak sangat lah diperlukan adanya seorang pemimpin
yang dapat dijadikan panutan bagi semua orang yang ada dibawah kepemimpinannya,
dan dapat mempertanggungjawabkan kepemimpinannya seperti yang dijelaskan pada
hadits diatas.
Dalam hal pendidikan kepemimpinan
berkaitan dengan masalah kepala sekolah. Dalam hal ini, perilaku seorang kepala
sekolah harus dapat mendorong kinerja para guru dengan menunjukkan rasa
bersahabat, dekat, dan penuh pertimbangan terhadap para guru, baik sebagai
individu maupun kelompok. Perilaku kepala sekolah yang positif dapat mendorong,
mengarahkan, dan memotivasi seluruh warga sekolah untuk bekerja sama mewujudkan
visi, misi, dan tujuan.[6]
Kepemimpinan pendidikan memerlukan perhatian utama karena melalui kepemimpinan
yang baik diharapkan lahirnya tenaga-tenaga yang berkualitas dalam berbagai
bidang, baik sebagai pemilir maupun pekerja.[7]
Dalam kepemimpinan seorang pemimpin
selain harus mempunyai kecerdasan intelektual (intelegent quotient) dan
kecerdasan emosional (emotional quotient), seorang pemimpin juga harus
memiliki kecerdasan spiritual (spiritual quotient). Seperti yang sudah
disebutkan diatas bahwa, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang melandasi
kecerdasan lainnya yang ada pada diri seseorang sehingga dapat berfungsi dengan
baik. Kecerdasan spiritual berfungsi sebagai penyeimbang antara kecerdasan
intelektual dan emosional.
Orang yang cerdas secara spiritual
adalah orang yang mampu mengaktualisasikan nilai-nilai Ilahiah sebagai
manifestasi dari aktifitasnya dalam kehidupan sehari-hari dan berupaya
mempertahankan keharmonisan dan keselarasan dalam hidupnya, sebagai wujud dari
pengalamannya dari tuntutan fitrahnya sebagai mahkluk yang memiliki
ketergantungan terhadap kekuatan yang ada diluar jangkauan dirinya yaitu Sang
Maha Pencipta Allah SWT. Sehingga setinggi apa pun kedudukannya tidak akan
timbul rasa angkuh dan bertindak sewenang-weang dalam dirinya yang akan membuat
orang orang yang ada disekitarnya merasa tidak nyaman atas kepemimpinannya.
Pada hakikatnya arah pendidikan
mengerucut pada satu arah yaitu, melahirkan generasi berbobot dan beriman yang
memiliki komitmen dalam menciptakan kemaslahatan. Pendidikan adalah sarana
untuk membentuk kesadaran hidup untuk kembali pada hakikat kemanusiaaanya.
Oleh sebab itu dalam kepemimpinan
pendidikan Islam, seorang pemimpin harus dapat mencontohkan kepada orang-orang
yang ada di bawah kepemimpinannya nilai-nilai luhur budaya kepada peserta didik
dalam upaya membentuk kepribadian yang intelek bertanggungjawab serta bertaqwa
kepada Allah SWT sebagai dzat yang menciptakannya serta dzat yang memberinya
kecerdasan dan kekuasaan yang dimilikinya.[8]
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerrdasan spiritual (spiritual quotient)
dalam kepemimpinan pendidikan adalah kepemimpinan yang berlandaskan pada etika
religious, ada pun karakteristiknya adalah sebagai berikut:
1. Kejujuran sejati.
Rahasia
sukses para pemimpin besar dalam mengemban misinya adalah memegang teguh
kejujuran. Berlaku jujur senantiasa membawa kepada keberhasilan dan kebahagiaan
pada akhirnya, walaupun mungkin pada boleh jadi terasa pahit.
2. Fairness
Pemimpin
spiritual mengemban misi sosial untuk menegakkan keadilan di muka bumi, baik
adil terhadap diri sendiri, keluarga dan orang lain. Bagi para pemimpin
spiritual, menegakkan keadilan bukan sekedar kewajiban moral religius dan
tujuan akhir dari sebuah tatanan sosial yang adil, melainkan sekaligus
dalam proses dan prosedurnya untuk keberhasilan kepemimpinannya.
3. Semangat amal shaleh
Kebanyakan
pemimpin suatu lembaga, mereka sebenarnya bekerja bukan untuk orang dan
lembaga yang dipimpin, melainkan untuk “keamanan”, “kemapanan” dan “kejayaan”
dirinya. Tetapi kepemimpinan spiritual bersikap berbeda, yakni bekerja karena
panggilan dari hati nurani yang ditujukan semata-mata untuk mengharap ridho
Tuhan.[9]
4. Membenci formalitas dan organized
religion
Bagi
seorang spiritualis, formalitas tanpa isi bagaikan pepesan kosong.
Organized religion biasanya hanya mengedepankan dogma, peraturan, perilaku dan
hubungan sosial yang terstruktur yang berpotensi memecah belah.. Tindakan
formalitas perlu dilakukan untuk memperkokoh makna dari substansi tindakan itu
sendiri dan dalam rangka merayakan sebuah kesuksesan, kemenangan. Pemimpin
spiritual lebih mengedepankan tindakan yang genuine dan substantive.
5. Sedikit bicara banyak kerja dan
santai
Banyak
bicara banyak salahnya, banyak musuhnya, banyak dosanya serta sedikit
kontemplasinya dan sedikit karyanya. Seorang pemimpin spiritual adalah
pemimpin yang sedikit bicara banyak kerja. Ia lebih mnegedepankan pekerjaan
secara efisien dan efektif.
6. Membangkitkan yang terbaik bagi diri sendiri dan orang lain.
Sebagaimana
dikemukakan di muka, pemimpin spiritual berupaya mengenali jati dirinya dengan
sebaik-baiknya. Upaya mengenali jati diri itu juga dilakukan terhadap orang
lain. Dengan mengenali jati diri ia dapat membangkitkan segala potensinya dan
dapat bersikap secara arif dan bijaksana dalam berbagai situasi.
7. Keterbukaan menerima perubahan.
Perubahan
adalah kata yang paling disukai bagi kelompok tertindas dan sebaliknya paling
ditakuti oleh kelompok mapan. Pimpinan biasanya dikategorikan sebagai kelompok
mapan dan pada umumnya berusaha menikmati kemapanannya dengan menolak
perubahan. Kalaupun ia gencar mengadakan perubahan adalah dalam rangka
mempertahankan atau mengamankan posisinya.
Pemimpin
spiritual berbeda dengan pemimpin pada umumnya. Ia tidak alergi dengan
perubahan dan juga bukan penikmat kemapanan. Pemimpin spiritual memiliki rasa
hormat bahkan rasa senang dengan perubahan yang menyentuh diri mereka yang
paling dalam sekalipun[10]
8. Pemimpin yang dicintai.
Pemimpin
pada umumnya sering tidak perduli apakah mereka dicintai para karyawannya atau
tidak. Bagi mereka dicintai atau dibenci itu tidak penting, yang penting
dihormati dan memperoleh legitimasi sebagai pemimpin. Bahkan sebagian diantara
mereka merasa tidak perlu dicintai karena hal itu akan menghalangi dalam
mengambil keputusan yang sulit yang menyangkut persoalan karyawannya.
Pernyataan ini mungkin ada benarnya, akan tetapi bagi pemimpin spiritual,
kasih sayang sesama justru merupakan ruh (élan vital, spirit) sebuah
organisasi. Cinta kasih bagi pemimpin spiritual bukanlah cinta kasih dalam pengertian
sempit yang dapat mempengaruhi obyektifitas dalam pengambilan keputusan dan
memperdayakan kinerja lembaga, tetapi cinta-kasih yang memberdayakan, cinta
kasih yang tidak semata-mata bersifat perorangan, tetapi cita kasih struktural
yaitu cinta terhadap ribuan orang yang dipimpinnya.
9. Think Globally and act locally
Statemen
di atas merupakan visi seorang pemimpin spiritual. Memiliki visi jauh ke depan
dengan fokus perhatian kekinian dan kedisinian. Dalam hal yang paling abstrak
(spirit, soul, ruh) saja ia dapat meyakini, memahami dan menghayati, maka dalam
kehidupan nyata ia tentu lebih dapat memahami dan menjelaskan lagi walaupun
kenyataan itu merupakan cita-cita masa depan. Ia memiliki kelebihan untuk
menggambarkan idealita masa depan secara mendetail dan bagaimana mencapainya
kepada orang lain seakan-akan gambaran masa depan itu sebuah realitas yang ada
di depan mata. Disiplin Tetapi Fleksibel dan Tetap Cerdas dan Penuh Gairah
Kedisiplinan pemimpin
spiritual tidak didasarkan pada sistem kerja otoritarian yang menimbulkan
kekakuan dan ketakutan, melainkan didasarkan pada komitmen dan kesadaran yaitu
kesadaran spiritual yang oleh Percy dianggap sebagai bentuk komitmen yang
paling tinggi setelah komitmen politik, komitmen intelektual dan komitmen
emosional. Pemimpin spiritual adalah orang yang berhasil mendisiplinkan diri
sendiri dari keinginan, godaan dan tindakan destruktif atau sekedar kurang
bermanfaat atau kurang patut. Kebiasaan mendisiplinkan diri ini menjadikan
pemimpin spiritual sebagai orang yang teguh memegang prinsip, memiliki disiplin
yang tinggi tetapi tetap fleksibel, cerdas, bergairah dan mampu melahirkan
energi yang seakan tiada habisnya.
10. Kerendahan Hati
Seorang
pemimpin spiritual menyadari sepenuhnya bahwa semua kedudukan, prestasi,
sanjungan dan kehormatan itu bukan karena dia dan bukan untuk dia, melainkan
karena dan untuk Dzat Yang Maha Terpuji[11]
IV.
ANALISIS
Pendidikan adalah hal yang sangat urgen dalam
keberlangsungan masa depan bangsa Indonesia. Serta tidak kalah pentingnya dalam
dunia pendidikan juga dibutuhkan sosok seorang pemimpin untuk dijadikan panutan
bagi semua orang yang ada di bawah kepemimpinannya.
Seorang pemimpin adalah salah satu faktor penentu
berhasil atau tidaknya suatu organisasi atau lembaga dalam mencapai tujuan yang
telah dirancang terlebih dahulu. Dalam penjelasan diatas juga sudah disebutkan
definisi kepemimpianan pendidikan Islam yang intinya adalah suatu proses kegiatan
mempengaruhi orang lain untuk melakukan suatu hal melalui prosedur yang
diinginkan seorang pemimpin untuk mencapai tujuan pendidikan Islam dengan penuh
kesadaran dan keikhlasan tanpa adanya paksaan.
Di dalam kepemimpinan pendidikan Islam selain harus
memiliki kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) seorang
pemimimpin juga harus memiliki kecerdasan spiritual (SQ). karena kecerdasan
spiritual adalah landasan untuk berfungsinya kecerdasan intelektual maupun
kecerdasan emosianal seseorang secara efektif.
Seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan spiritual
adalah seorang pemimpin yang patut untuk dijadikan panutan, karena seorang
pemimpin yang memiliki kecerdasan spiritual memiliki karakteristik kepribadian
yang baik dan kecil kemungkinannya pemimpin tersebut melakukan hal yang
sewenang-wenang terhadap kepemimpinannya karena kedekatannya dengan Sang Maha
Pencipta Allah SWT. Sehingga diharapkan kepribadian seorang pemimpin yang
seperti ini dapat ditiru oleh orang-orang yang dipimpinnya.
V.
KESIMPULAN
Spiritual Quotient (SQ)
adalah kecerdasan yang menjadi landasan kecerdasan intelektual serta kecerdsan
emosional agar dapat berfungsi secara efektif. Kecerdasan spiritual identik
dengan religious atau keagamaan.
Sedangkan kepemimpinan pendidikan Islam adalah suatu
proses mempengaruhi orang lain untuk melakukan suatu hal melalui prosedur yang
diinginkan seorang pemimpin untuk mencapai tujuan pendidikan Islam dengan penuh
kesadaran dan keikhlasan tanpa adanya paksaan.
Maka spiritual quotient dalam kepemimpinan
pendidikan Islam adalah kepemimpinan yang tidak hanya mengandalkan kecerdasan
intelektual dan kecerdasan emosional saja melainkan menggunakan kecerdasan
spiritual yang menekankan nilai-nilai agama pada kepemimpinannya, karakteristik
kepemimpinan tersebut adalah:
1. Kejujuran sejati.
2. Fairness
3. Semangat amal shaleh
4. Membenci formalitas dan organized
religion
5. Sedikit bicara banyak kerja dan
santai
6. Membangkitkan yang terbaik bagi diri sendiri dan orang lain.
7. Keterbukaan menerima perubahan.
8. Pemimpin yang dicintai.
9. Think Globally and act locally
10. Kerendahan Hati
VI.
PENUTUP
Demikian penjelasan dari makalah ini. Tak ada
kesempurnaan didunia ini kecuali kekuasaan Allah, oleh karena itu kritik dan
saran yang dapat membangun demi kemajuan dan kesempurnaan makalah-makalah
selanjutnya sangat dibutuhkan. Yang terakhir semoga makalah ini bermanfaat bagi
kehidupan kita sehari-hari.
DAFTAR
PUSTAKA
Agustian, Ary Ginanjar, 2005, ESQ (Emotional Spiritual Quotient), Jakarta:
ARGA,
Mulyasa, E, 2012, Manajemen
danKepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Qomar, Mujamil, 2007 Manajemen
Pendidikan Islam, Jakarta: Erlangga.
Syukur,
H. Fatah, 2011, Manajemen Pendidikan
Berbasis Pada Madrasah, Semarang: PT. PUSTAKA RIZKI PUTRA.
Zamroni,
dan Umiarso, 2011, ESQ Model dan
Kepemimpinan Pendidikan, (Semarang: Rasail Media Group
Akbar, Almas J, Kecerdasan Spiritual Kepemimpinan Pendidikan Indonesia,
http://almasakbar45.blogspot.com/2012/01/kecerdasan-spiritual-kepemimpinan.html,
minggu, 28 september 2014, 12:11
[1] Ary Ginanjar Agustian, ESQ (Emotional Spiritual Quotient), (Jakarta:
ARGA, 2005), Hlm 46
[2] Zamroni, dan Umiarso, ESQ Model dan Kepemimpinan Pendidikan, (Semarang:
Rasail Media Group, 2011), Hlm 50
[3] H. Fatah Syukur, Manajemen Pendidikan Berbasis Pada Madrasah,
(Semarang: PT. PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2011), Hlm 18
[4] Zamroni, dan Umiarso, ESQ Model dan Kepemimpinan Pendidikan, (Semarang:
Rasail Media Group, 2011), Hlm 24
[6] E. Mulyasa, Manajemen
danKepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012), Hlm 17
[7] Mujamil Qomar, Manajemen
Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2007), Hlm 271
[8] Zamroni, dan Umiarso, ESQ Model dan Kepemimpinan Pendidikan, (Semarang:
Rasail Media Group, 2011), Hlm 52-55
[9] Almas J Akbar, Kecerdasan Spiritual Kepemimpinan Pendidikan Indonesia,
http://almasakbar45.blogspot.com/2012/01/kecerdasan-spiritual-kepemimpinan.html,
minggu, 28
september 2014, 12:11
[10] Almas J Akbar, Kecerdasan Spiritual Kepemimpinan Pendidikan Indonesia,
http://almasakbar45.blogspot.com/2012/01/kecerdasan-spiritual-kepemimpinan.html,
minggu, 28
september 2014, 12:1
[11] Almas J Akbar, Kecerdasan Spiritual Kepemimpinan Pendidikan Indonesia,
http://almasakbar45.blogspot.com/2012/01/kecerdasan-spiritual-kepemimpinan.html,
minggu, 28
september 2014, 12:11
No comments:
Post a Comment